Laporan Mutu Simplisia



LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOGNOSI 1

MUTU SIMPLISIA

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1          Tujuan

            Mempelajari cara pembuatan kadar abu dalam pembuatan simplisia.

1.2     Dasar Teori

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dapat berasal dari tumbuhan liar atau tanaman yang dibudidaya. Metode yang digunakan dalam produksi untuk setiap jenis simplisia sangat tergantung dari faktor ekonomi. Ini dapat disarankan untuk mengumpulkan bahan simplisia dari tumbuhan liar, jika di alam banyak terdapat dan biayanya  rendah, sebaliknya di alam langka dan beaya tinggi maka perlu untuk dibudidaya. Misalnya di Meksiko, umbi Dioscorea spp. Dikumpulkan dari tumbuhan liar, sedangkan di Eropa daun digitalis diproduksi dengan budidaya. Selain faktor ekonomi, pemilihan metode produksi simplisia juga tergantung dari faktor Iingkungan. Suatu permintaan yang tinggi simplisia yang dikumpulkan dari tumbuhan liar akan berakibat tumbuhan itu akan menjadi Iangka atau bahkan terancam kepunahan. Contoh yang mutakhir adalah ditemukannya obat kanker, yaitu paklitaksel atau turunan taxol dari kulit batang Taxus brevifolia, suatu tumbuhan kecil yang berasal dari Amerika Utara bagian barat. Di masa mendatang untuk simplisia yang banyak diminta dan alasan faktor lingkungan serta kualitas yang seragam (terstandardisasi) maka langkah budidaya sangat diperlukan. Obat akan dikumpulkan atau dibudidaya di seluruh dunia (Anonim, 1990). 

Suatu simplisia dikatakan bermutu jika memenuhi persyaratan mutu yang tertera dalam monografi simplisia, antara lain susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol dan kandungan kimia simplisia. Persyaratan mutu ini berlaku bagi simplisia yang digunakan dengan tujuan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan (Depkes RI, 2008).

Suatu simplisia harus memenuhi persyaratan pemerian (makroskopik dan mikroskopik), penetapan kadar abu, penetapan kadar abu yang tidak larut asam, penetapan kadar abu yang tidak larut air, penetapan kadar air, penetapan susut pengeringan,penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol,dan penetapan bahan organik asing. Penetapan persyaratan simplisia menurut WHO (1998) meliputi cara pengambilan sampel, penetapan bahan organik asing, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik,penetapan bahan yang dapat terekstraksi, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut asam, penetapan kadar abu yang larut air, dan penetapan kadar air (Anonim, 1987).

Uji kadar abu yang menggunakan metode langsung cara kering, ditandai denganpenggunaan suhu tinggi dan oksigen. Pengabuan kering adalah destruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi dalam tanur pengabuan (furnace) tanpa terjadi nyala api sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari suatu sampel. Penentuan kadar abu total dimaksudkan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan dan penentuan abu total berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan (Sudarmadji et al., 2010).

BAB II

METODE KERJA

 

2.1            Alat dan Bahan

            1.  Alat

Ø  Desikator

Ø  Kertas saring

Ø  Kurs

Ø  Tanur

2          2. Bahan

Ø  HCl

Ø  Sampel

2.1            Cara kerja

  •    Kadar abu total

1.      Ditimbang zat sebanyak 1 gram

2.      Dimasukan kedalam krus yang telah di panaskan/sterilisasi selama 1 jam pada suhu 105 ºC dan ditara (A0) , diratakan

3.      Pijar zat dengan suhu di naikan secara perlahan-lahan hingga suhu 600 ºC sealama 6 jam atau hingga arang habis, didinginkan dalam desikator, kemudian timbang berat abu (A1)

4.      Dihitung kadar abu dalam persen terhadap berat sampel awal. 



-kadar abu tidak larut asam 

1. Diperoleh abu pada penetapan kadar abu, kemudian didihkan dengan 25 ml HCl encer selama 5 menit

2.      Dikumpulkan bagian yang tidak larut asam

3.   Disaring melalui kertas saring bebas abu yang sudah di timbang (C), kemudian di cuci dengan air panas

4.      Dipisahkan hingga bobot tetap ditimbang (A1)

5.      Dihitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan sampel awal.

                                                                    BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1            Hasil pengamatan

  •  Kadar abu total

Replikasi

Bobot simplisia

(B)

B

Cawan kosong konstan

(g) (A0)

Bobot abu +

Kurs konstan

 (g) (A1)

Kadar

(%)

1

1,0035

29,2625

29,2831

2,052 %

2

1,0021

26,4564

26,4895

3,303%

3

1,0031

27,6239

27,6566

3,259%

  •  Kadar abu tak larut asam


replikasi

Bobot simplisia

(B)

B

Cawan kosong konstan

(g) (A0)

B

Kertas saring

(g) (C)

Bobot abu +

Kurs konstan

 (g) (A1)

Kadar

(%)

1

1,0014

29,2625

0,6635

29,4564

18,86%

2

1,0023

26,4564

0,6229

26,6981

23,64%

3

1,0033

27,6239

0,6433

27,8137

18,43%


3.1            Pembahasan

Pada praktikum kali ini mengenai mutu simplisia, simplisia sendiri adalah bahan alamiah yang dipakai sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga atau yang baru mengalami proses setengah jadi, seperti pengeringan. Pada simplisia terdapat parameter untuk mengukur ataupun untuk standarisasi simplisia (kualitatif) ang dinamakan parameter spesifik yang digunakan untuk mengetahui jenis maupun golongan senyawa yang terdapat pada simplisia, yang secara spesifik memberikan dampak farmakologis dengan segala bentuk reaksi atau aktivitasnya.

Prakikum kali ini telah menguji 2 parameter yaitu uji kadar abu total dan uji kadar abu tidak larut asam, uji kadar abu ini adalah campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya. Abu merupakan  zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut. Pada pengujian kadar abu ini dilakukan 3 kali percobaan pada percobaan replica 1 yaitu kadar yang didapatkan 2,052% , uji yang ke 2 mendapatkan hasil 3,303% , dan yang terakhir menghasilkan 3,259% .

Dan pada pengujian yang terakhir yaitu tentang uji kadar abu tidak larut asam,  Kadar abu tidak larut asam adalah zat yang tertinggal bila suatu sampel bahan makanan dibakar sempurna di dalam suatu tungku pengabuan, kemudian dilarutkan dalam asam (HCl) dan sebagian zat tidak dapat larut dalam asam. Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja. Dari uji ke 3 kadar ini menghasilkan kadar yaitu uji kadar replica yang 1 mendapatkan hasil kadar 18,86% , uji kadar replica yang ke 2 menghasilkan kadar 23,64% , dan yang terakhir atau yang ke 3 uji kadar replica menghasilkan kadar sekitar  18,43%.

Adapun cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan standarisasi simplisia dan ekstrak (sediaan galenik), karena khasiat suatu tanaman tergantung pada kandungan kimianya, dimana kandungan kimia ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tempat tumbuh, iklim, curah hujan, panen. Standarisasi diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut.

BAB IV

KESIMPULAN

 

Berdasarkan praktikum mutu simplisia  kali ini dapat disimpulkan bahwa :

  •     Simplisia adalah bahan alamiah yang dipakai sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga atau yang baru mengalami proses setengah jadi, seperti pengeringan..     
  • Uji kadar abu ini adalah campuran dari komponen anorganik atau  mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan.
  •  Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
                                                                    DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1987, Analisis Obat Tradisional. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Anonim.1990.Materia Medika Indonesia Jilid I-VI, Dep. Kes. R.I.Jakarta.
Depkes RI., 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Sudarmadji,Slamet dkk. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Tahap Pembuatan Simplisia Daun Pandan Wangi

Review skincare produk body scrub sariayu martha tilaar putih langsat

Laporan Praktikum KLT